Memanjakan lidah dengan kuliner khas Kota Bengawan memang tak ada ujungnya.Mulai dari Tengkleng,soto khas Solo,timlo dan masih banyak lagi yang tak bisa saya sebutkan.Kali ini saya bersama teman-teman berkunjung ke salah satu warung yang menyuguhkan makanan khas yang cukup unik bagi saya, yaitu "Rawon Penjara".Namanya memang sedikit ngeri tapi anda belum tau sensasi rasanya.
Rawon Penjara bukanklah sebuah kuliner yang harus kita nikmati dengan cara kita harus masuk bui dulu.Kuliner ini disajikan oleh sebuah warung yang terletak di Jalan Slamet Riyadi atau tepatnya disebelah timur Rutan Solo ini, menyajikan rasa rawon yang berbeda dengan daerah asalnya, Jawa Timur. Dominasi rasa gurih berpadu dengan kuah hitam pekat serta daging sapi empuk di atasnya langsung membangkitkan gairah makan. Apalagi, masih ditambah dengan sajian seperti telur asin, tahu, tempe, dan masih banyak yang lain. Namun tak lengkap rasanya, ketika menikmati sepiring nasi rawon tanpa ada tauge atau kecambah serta daun kemangi diatasnya.
Ketika saya berbincang dengan pemilik warung,Bu Har namanya.Wrung ini sudah di dirikan sejak tahun 1970,waw lama banget warungnya bertahan.Hal itu tak perlu dipertanyakan kenapa warung ini mampu bertahan lama.Warung ini mampu bertahan lama dengan kualitas rasa dan resep yang dirahasiakan,yang diwariskan secara turun-temurun oleh orang tua Bu Har.
“Dulu saya ikut bapak, ewang-ewang (membantu) dan diajari sedikit demi sedikit. Sampai akhirnya saya meneruskan usaha yang dirintis orang tua,” kata Hariati.
Dalam membuat rawon, Bu Har sangat selektif memilih bumbu-bumbu ramuannya. Mulai dari kluwak, daun salam, bawang merah, bawang putih dan campuran bumbu rempah lainnya. Seluruh bumbu direbus dalam wadah besar berikut daging sapi. Sehingga, saat disajikan bumbu mampu meresap sempurna ke dalam daging yang direbus menjadi satu. Selain itu, rasa daging sapi juga lebih empuk dan terasa gurih saat dikunyah.
Tak sampai disitu, dalam memasak nyala api juga harus selalu terjaga konstan. Tidak terlalu besar maupun kecil. Sejak awal berdiri, Bu Har selalu setia menggunakan arang pohon jati. Selain tak mempengaruhi rasa makanan, dengan menggunakan bahan bakar tersebut dipercaya mampu membuat rasa masakan menjadi lebih nikmat.
“Dari awal berdiri sampai saat sekarang setia menggunakan arang, tidak pernah menggunakan gas. Khawatir kalau mempengaruhi rasa,” terang Bu Har.
Dalam sehari, kata Bu Har, dirinya mampu menghabiskan 10 kilogram daging sapi. Dengan dibantu tiga pekerja dan anaknya, tiap hari warung yang buka mulai jam 06.00 WIB hingga 15.00 WIB ini melayani hingga ribuan pelanggan. Terlebih, di hari-hari besar maupun akhir pekan. Kebanyakan pelanggan yang datang dari luar kota. Namun, di hari biasa banyak juga pelanggan setia yang ‘ketagihan’ merasakan rawon penjara.
Rasanya Seperti “Terpenjara”
Diantara para pelanggan rawon penjara mengaku, rasa rawon milik Bu Har sangat khas dan berbeda dengan rawon di kota lain. Selain gurih dan kaya akan campuran rempah pilihan, rawon penjara juga memiliki keunikan lainnya. Yakni warna hitam pekat yang dihasilkan dari kluwak yang digunakan untuk membuat kuah rawon terasa makin nikmat.
“Rasanya khas, beda dengan rawon yang ada di kota lain. Di lidah seakan ‘terpenjara’, dan gak pengen merasakan rawon di tempat lain,” kata salah seorang pelanggan setia rawon penjara, Renggo Sudarnoto.
Mantan Lurah Gilingan, Banjarsari ini juga mengaku telah puluhan tahun menjadi pelanggan setia di warung bu Har tersebut. Selain rasa lezat, pelayanan di warung ini juga cukup baik. Selain cepat juga ramah.
Bagaimana apakah anda tertarik untuk mencoba kuliner ini?
0 komentar:
Posting Komentar